Sejarah Islam: Latta, Uzza dan Manat

Sebelum Islam datang, penduduk Arab adalah penganut paganisme—semacam agama yang mencampuradukkan beragam keyakinan dan menyembah berhala. Sesembahan mereka banyak. Konon, sebelum peristiwa Fathul Makkah (penaklukan Makkah oleh Muhammad SAW), di Ka’bah terdapat beribu-ribu berhala. Semuanya tak ada lagi sisanya karena sudah dihancurkan dan semua penduduk Makkah memeluk Islam. Dari banyak dewa-dewi sembahan tersebut, dalam Al Quran disebutkan bahwa kaum musyrik di Makkah menyembah 3 berhala utama: Latta (Allāt, اللات‎), Uzza (Al ‘Uzza, العزى‎) dan Manat (Manāt, مناة).

Sejak kecil saya memang meminati sejarah, karena itu saya sangat menyukai pelajaran Tarikh Islam atau Sejarah Islam yang saya terima di madrasah. Dari pelajaran ini saya pertama kali mendengar berhala-berhala yang disembah kaum sebelum Muhammad tersebut. Guru saya waktu itu menceritakan, bahwa kaum musyrik itu sebegitu bodohnya sehingga mereka sampai membuat berhala ini dalam wujud kue dan kemudian memakannya. Saat saya tumbuh dewasa, saya sadari kisah “memakan kue berhala” itu tak ada referensinya, tapi bahwa kaum musyrik itu sedemikian “bodoh” bisa jadi benar. Kita lihat nanti.

Awalnya saya mengira 3 berhala utama itu adalah “dewa”, atau tuhan dalam wujud laki-laki. Ternyata bukan. Mereka adalah “dewi”, tuhan dalam wujud perempuan. Saya lupa apakah guru saya di madrasah pernah menjelaskan kalau mereka ini adalah para dewi, atau apakah guru agama saya pernah menjelaskan tafsir surat Annajm ayat 19-21 (QS 53:19-21). Dalam tafsir ayat-ayat di surat Annajm tersebut disebutkan bahwa kaum musyrikin menganggap Latta, Uzza dan Manat adalah “anak-anak perempuan Allah”.

Masyarakat di Arabia sebenarnya punya tradisi monoteisme sebagaimana halnya bangsa Israel, dan mereka juga dahulunya menyembah satu tuhan, yakni tuhannya Ibrahim. Hal ini bisa kita tilik dari sejarah orang Arab yang merupakan keturunan Ismail (bangsa Israel merupakan keturunan Ishaq). Karena berasal dari satu nenek moyang, yakni Ibrahim yang monoteis, maka jelas dahulunya orang Arab adalah pemeluk agama tauhid. Namun seiring waktu, keyakinan monoteisme Arab bergeser dan mulailah paganisme dan politeisme menjadi keyakinan mereka. Walau demikian mereka masih mengaitkan Allah dengan tuhan-tuhan pagan mereka, antara lain, seperti disebutkan dalam QS 53:19-21, Latta, Uzza dan manat adalah “anak-anak perempuan Allah”. Selain itu, Allah juga masih disebutkan dalam nama-nama orang Arab, sebagai contoh ayah dari Rasulullah Muhammad SAW bernama Abdullah. Abdullah berarti “Hamba Allah”, padahal beliau sudah meninggal saat Rasulullah SAW masih kecil.

Coba kita lihat masing-masing dewi ini satu persatu. Catatan: Kebanyakan sumber saya adalah Wikipedia, dan sedikit saya juga membaca Kitab al-Asnam (Book of Idols) karya Abu al-Mundhir Hisham ibn-Muhammad ibn-al-Sa’ib ibn-Bishr al-Kalbi yang bisa diunduh dari sini. Isi Wikipedianya sendiri juga banyak merujuk dari Kitab al-Asnam ini.

Allāt, اللات‎

Relif Allāt yang ditemukan di Thaif, Arab Saudi. Diperkirakan dibuat tahun 100 TU. Gambar dari Wikipedia.

Relif Allāt yang ditemukan di Thaif, Arab Saudi. Diperkirakan dibuat tahun 100 TU. Gambar dari Wikipedia.

Allāt, atau dalam tradisi Indonesia sering disebut sebagai Latta, merupakan “dewi dunia bawah” yang disembah kaum pagan di jazirah Arab sebelum Islam. Dewi ini merupakan tradisi pagan, bercampurnya agama asli Arab dengan dewa-dewi dari Yunani dan Romawi serta dari negeri lain melalui berbagai cara. Bagi orang Nabatea di Petra, yang tinggal di utara semenanjung Arabia tepatnya di daerah Yordania sekarang, dewi Latta ini merepresentasikan Athena, Tyche atau Minerva. Herodotus juga menyebutkan tentang “Alilah” yang merupakan penyebutan Arab terhadap Aphrodite.

Dalam catatan sejarah Islam, terdapat satu daerah yang masih musyrik sementara bagian lainnya seperti Makkah, Madinah bahkan Yaman sudah memeluk Islam. Daerah itu adalah Thaif. Penduduknya pernah sangat memusuhi Rasulullah SAW, melempari dan mengusir sang nabi saat beliau datang ke Thaif untuk mencari perlindungan dari kaum musyrik Makkah. Pada tahun 630 TU, dua tahun sesudah Fathul Makkah dan bersamaan dengan perang Tabuk melawan Byzantium, Thaif dikepung oleh Rasulullah SAW dan tentaranya. Penduduk Thaif meminta perundingan untuk mengakhiri pengepungan, dan syarat yang diberikan Rasulullah adalah penduduk Thaif masuk Islam dan semua berhala dihancurkan. Termasuk di antaranya adalah kuil/tempat persembahan yang didedikasikan bagi Latta. Penduduk Thaif mulanya minta keringanan, diberikan jeda 3 tahun untuk proses pindah agama. Rasulullah menolak. Mereka minta jeda 2 tahun, 1 tahun, 6 bulan, tetap ditolak. Terakhir mereka minta diberikan keringanan untuk tidak melakukan ibadah harian (shalat) dan juga meminta bahwa orang yang akan menghancurkan berhala-berhala bukan dari kalangan warga Thaif. Rasulullah SAW tidak memberikan keringanan untuk tak melakukan shalat tersebut, tapi mengabulkan keinginan yang kedua. Abu Sufyan bin Harb—dahulunya musuh besar Rasulullah dari kalangan kaum Quraisy Makkah—diberi tugas sebagai penghancur berhala. Kisah ini adalah asbabun-nuzul QS 17:73.

Dan sesungguhnya mereka hampir memalingkan kamu dari apa yang telah Kami wahyukan kepadamu, agar kamu membuat yang lain secara bohong terhadap Kami; dan kalau sudah begitu tentulah mereka mengambil kamu jadi sahabat yang setia. (QS 17:73)

Dan sesungguhnya mereka hampir memalingkan kamu dari apa yang telah Kami wahyukan kepadamu, agar kamu membuat yang lain secara bohong terhadap Kami; dan kalau sudah begitu tentulah mereka mengambil kamu jadi sahabat yang setia. (QS 17:73)

Al ‘Uzza, العزى

Uzza merupakan dewi pagan Arab, termasuk orang-orang Nabatea di Petra, yang disamakan dengan Aphrodite (Yunani) atau Venus (Romawi). Dewi ini dianggap sangat penting sehingga orang-orang Arab pra-Islam sering memberi nama “Abdul ‘Uzza” kepada anak-anaknya. Di makkah, pusat penyembahannya terdapat di Nakhla.

Relif Uzza yang ditemukan di Petra, Yordania. Gambar dari Wikipedia

Relif Uzza yang ditemukan di Petra, Yordania. Gambar dari Wikipedia

Pada saat Fathul Makkah, Rasulullah memerintahkan Khalid ibn Walid dan pasukannya untuk mendatangi tempat bernama Nakhlah, yang menjadi pusat penyembahan Uzza di kalangan Quraisy. Terdapat cerita menarik tentang proses penghancuran berhala ini.

Ketika Khalid ibn Walid mendatangi Nakhla, ia memasuki kuil dan menghancurkan segala yang ada, lalu kembali kepada Rasulullah SAW untuk memberi laporan. Rasulullah bertanya apakah ada hal aneh yang terjadi, dan Khalid menjawab tidak. Rasulullah kemudian menyuruh Khalid kembali, karena rupanya Khalid belum menghancurkan Uzza yang sebenarnya.

Ketika tiba di Nakhla kembali, Khalid memasuki kuil dan bertemu penjaga kuil. Sang penjaga kuil melarikan diri, tapi sebelumnya ia menggantungkan pedang di leher patung Uzza dengan harapan sang dewi dapat membela dirinya sendiri (nah ini yang tadi saya bilang: kaum musyrik itu bodoh). Khalid kemudian bertemu seorang perempuan hitam (orang Afrika) di kuil, tidak berpakaian dan rambutnya terurai serta mengoceh tak karuan. Khalid membunuhnya, lalu kembali kepada Rasulullah SAW yang kemudian mengatakan “Itulah Uzza, dan dia tak akan lagi disembah oleh orang-orang di tanah Arab.”

Kisah Khalid ibn Walid ini memiliki versi lain, seperti dalam tafsir Ibn Katsir dan berbagai buku yang ditulis oleh sejarawan Arab abad 7 dan 8.

Manāt, مناة

Manāt merupakan dewi yang paling kuno dalam kepercayaan masyarakat Arabia pra-Islam. Ia merupakan dewi pengatur nasib. Suku Aus dan Khazraj asal Yatsrib (Madinah) memiliki kuil penyembahan dewi ini di tempat yang dinamakan Al-Mushallal. Bagi orang Nabatea di Petra, Manat disamakan dengan dewi Yunani Nemesis. Manāt juga merupakan istri bagi Hubal—dalam kepercayaan Arab kuno, Hubal juga termasuk ke dalam dewa-dewa sembahan mereka. Seperti halnya Uzza, orang Arab pra-Islam suka memberi nama “Abd al-Manāt” kepada anak-anaknya.

Penghancuran berhala Manāt terjadi pada waktu yang bersamaan dengan penghancuran Uzza, yakni pada saat Fathul Makkah. Sa’d ibn Zaid al-Ashhali dikirimkan ke Al Mushallal untuk menghancurkan kuil dan berhala Manāt, namun sumber lain menyebutkan yang dikirim adalah Ali ibn Abi Thalib. Disebutkan juga bahwa ketika menghancurkan kuil, Ali membawa pulang dua buah pedang yang dijadikan persembahan oleh raja Ghassan. Salah satu pedang itu kemudian dikenal dengan nama Zulfikar.

Apa gunanya mempelajari sejarah para berhala ini? Bagi saya, sama saja seperti kenapa kita mempelajari sejarah apapun. Memenuhi rasa ingin tahu.

Rasulullah SAW memang menghancurkan semua berhala sehingga hampir tak bersisa satupun jejak berhala-berhala di tanah Arab. Penghancuran ini penting untuk menahan umat yang kala itu baru memeluk Islam, agar tak berpaling dan kembali ke penyembahan berhala jika Rasulullah SAW sudah tiada. Ini memang agak menyulitkan upaya penelusuran sejarah, namun beberapa sisa-sisa berhala yang cocok dengan berhala sembahan kaum musyrik Quraisy justru ditemukan di daerah Yordania, yakni di Petra. Seakan jadi pesan bahwa Allah tetap meninggalkan bahan buat dipelajari oleh umat manusia.

Waktu kecil saya suka bertanya-tanya bagaimana wujud patung berhala sembahan bangsa Arab, juga berhala kaum Aad, kaum Tsamud. Juga ritual keagamaan mereka, karena Allah seringkali menyebut dalam Al Quran betapa sesatnya mereka. Dengan mempelajari sejarahnya, kita setidaknya jadi paham bagaimana proses kemusyrikan di kalangan orang-orang jaman dahulu, dan menjadi pelajaran bagi kita untuk tidak mengikuti langkah mereka.

Oh ya, saat menelusuri kisah 3 dewi Arab kuno ini, saya menemukan tulisan tentang kaum neo-pagan. Mereka merekonstruksi dewa-dewi kuno dan menyembahnya, termasuk Latta, Uzza dan Manat ini. Naudzubillah min dzalik …

9 thoughts on “Sejarah Islam: Latta, Uzza dan Manat

  1. Terima kasih. Akhirnya saya pun juga membacanya karena ingin tahu ceritanya. Jazakumulkah Khairan katsira. Amin

    Like

  2. Bearti, dengan kata lain, al uzza itu, wujudnya manusia (perempuan) berkulit hitam , bukan patung kan ?

    Like

    • mereka tercipta berdasarkan keyakinan kaum pagan, ini yang justru di jadikan senjata kaum non muslim dg mengatakan ayah mereka adalah allah, padahal sudah jelas dalam Firman Allah dalam surat Al Ikhlas bahwa sesungguhnya Allah tidak beranak dan tak di peranakan….

      Like

  3. Pertanyaan yang bertahun-tahun mengusik benak saya akhirnya terjawab melalui tulisan ini, yakni mengapa ayah Rasulullah bernama Abdullah, padahal Rasulullah sendiri masih sangat belia dan tentu belum mengenal Allah. Terima kasih banyak.

    Like

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.